Subang, Jawa Barat — pttogel Dunia sepak bola lokal kembali memanas, bukan karena pertandingan sengit di lapangan, melainkan karena insiden yang melibatkan tokoh politik sekaligus tokoh masyarakat Jawa Barat, Dedi Mulyadi. Dalam sebuah acara publik di Subang yang dihadiri oleh berbagai elemen masyarakat, termasuk suporter klub sepak bola Persikas Subang, Dedi Mulyadi terekam kamera tengah naik pitam usai menerima interupsi dan teriakan dari kelompok suporter. Kejadian ini pun sontak menjadi buah bibir, terutama di kalangan pencinta sepak bola lokal dan masyarakat Subang secara umum.
Kronologi Kejadian: Acara yang Berubah Tegang
Acara yang sedianya bertujuan untuk menyerap aspirasi masyarakat Subang dalam rangka pembangunan infrastruktur dan olahraga itu mendadak berubah tegang ketika beberapa suporter Persikas, klub kebanggaan warga Subang, menyuarakan pendapat mereka secara lantang. Menurut salah satu video yang beredar di media sosial, sekelompok suporter menyuarakan kekecewaan atas kurangnya perhatian terhadap perkembangan sepak bola lokal, terutama terhadap Persikas Subang yang selama ini dinilai “dianaktirikan” oleh pemerintah daerah.
baca juga: tragedi-pesawat-jatuh-di-jamika-bandung-yang-tewaskan-20-orang-luka-yang-masih-membekas
Reaksi spontan Dedi Mulyadi yang tengah berada di atas panggung menuai kontroversi. Dalam video yang sama, tampak Dedi Mulyadi menunjuk ke arah suporter dengan nada tinggi dan ekspresi emosi. Ia menganggap bahwa tindakan menyela saat dirinya sedang berbicara merupakan bentuk ketidaksopanan, dan ia meminta agar mereka menghormati jalannya acara.
Respon Suporter: “Kami Bukan Bermaksud Kurang Ajar”
Menanggapi insiden tersebut, kelompok suporter Persikas yang tergabung dalam komunitas Viking Subang dan Laskar Kasomalang angkat bicara. Dalam sebuah pernyataan yang dirilis di akun Instagram resmi Viking Subang, mereka menyatakan bahwa aksi mereka bukanlah bentuk provokasi atau penghinaan terhadap tokoh masyarakat.
“Kami hanya ingin menyampaikan aspirasi secara terbuka, karena selama ini Persikas seperti tidak dianggap. Sudah bertahun-tahun klub ini stagnan, minim anggaran, dan tidak memiliki fasilitas yang layak. Kalau bukan lewat forum seperti ini, kapan lagi kami bisa didengar?” ujar Andika Satria, koordinator lapangan Viking Subang.
Lebih lanjut, mereka menyayangkan reaksi emosional Dedi Mulyadi yang dianggap berlebihan dan tidak menunjukkan sikap seorang pemimpin yang seharusnya mampu menampung kritik.
Dedi Mulyadi: “Saya Tidak Masalah Dikritik, Tapi Ada Etikanya”
Sementara itu, Dedi Mulyadi akhirnya memberikan klarifikasi melalui kanal YouTube pribadinya. Ia menyatakan tidak keberatan dikritik, namun menegaskan pentingnya etika dalam menyampaikan pendapat.
“Kalau mau menyampaikan kritik, sampaikan dengan cara yang beradab. Jangan berteriak saat orang lain sedang berbicara. Saya ini terbuka untuk semua masukan, termasuk soal Persikas. Tapi tolong, kita jaga budaya Sunda yang mengutamakan sopan santun,” ujar Dedi dalam videonya.
Ia juga menyebut bahwa pembangunan stadion dan pembinaan sepak bola lokal sudah masuk dalam program jangka menengah, namun dihadapkan pada keterbatasan anggaran dan prioritas pembangunan lainnya.
Analisis: Masalah Sepak Bola Lokal yang Tak Pernah Usai
Insiden ini menyentil persoalan lama yang sering terjadi di berbagai daerah Indonesia: sepak bola lokal yang terbengkalai. Klub-klub seperti Persikas Subang memiliki sejarah dan basis suporter yang besar, namun kurang mendapat dukungan struktural dari pemerintah. Padahal, sepak bola bukan hanya hiburan, melainkan juga alat pemersatu dan potensi ekonomi daerah.
Pengamat sepak bola lokal, Dimas Fadilah, menyebut insiden ini mencerminkan adanya jurang komunikasi antara pemangku kebijakan dan komunitas suporter. “Ini bukan hanya soal Dedi Mulyadi dan suporter Persikas. Ini gambaran umum bagaimana olahraga lokal sering kali dipandang sebelah mata. Seharusnya pemerintah bisa membuka ruang dialog, bukan justru bersikap defensif saat dikritik,” ujarnya.
Harapan Suporter: Ajak Bicara, Bukan Marah-Marah
Setelah insiden tersebut, berbagai komunitas suporter menyerukan agar ada forum dialog terbuka antara pemerintah daerah dan perwakilan suporter. Mereka berharap kritik mereka tidak dipandang sebagai ancaman, tetapi sebagai bentuk kepedulian terhadap olahraga daerah.
“Kami tidak butuh marah-marah. Kami butuh diajak duduk bareng, bicara soal solusi. Karena kami cinta Persikas, dan kami ingin klub ini maju. Kami bukan musuh pemerintah,” kata Deni ‘Awewe’, pentolan suporter Persikas.
Penutup
Insiden Dedi Mulyadi naik pitam di acara Subang menjadi pelajaran penting akan pentingnya komunikasi dua arah antara pejabat publik dan masyarakat, terutama dalam isu-isu sensitif seperti olahraga dan kebanggaan daerah. Reaksi emosional dari tokoh publik memang manusiawi, namun semestinya bisa dikendalikan untuk menjaga suasana tetap kondusif. Di sisi lain, suporter juga diingatkan pentingnya menyampaikan aspirasi secara teratur dan beretika. Semoga dari kejadian ini, muncul langkah konkret bagi kemajuan Persikas Subang dan iklim sepak bola lokal yang lebih sehat dan terbuka.
sumber artikel: www.mercatotomatopienewark.com